
Perbedaan Zero Trust vs Traditional Security: Mana yang Lebih Aman?

Semua serba digital, keamanan sistem dan data menjadi prioritas utama bagi berbagai organisasi dalam mengelola produk digitalnya. Namun, pendekatan keamanan yang diterapkan bisa sangat berbeda, tergantung pada strategi yang digunakan. Dua model keamanan yang paling banyak dibicarakan adalah Zero Trust dan Traditional Security. Meskipun keduanya bertujuan untuk melindungi aset digital, pendekatan dan prinsip yang digunakan sangat kontras.
Zero Trust muncul sebagai konsep baru yang menantang paradigma keamanan tradisional, dengan prinsip “jangan pernah percaya, selalu verifikasi.” Sementara itu, sistem keamanan tradisional biasanya mengandalkan perimeter yang kuat untuk menjaga akses dari luar. Lalu, mana yang lebih aman dan cocok untuk kebutuhan kamu? Untuk menjawabnya, kita perlu memahami perbedaan mendasar antara kedua model ini, serta kelebihan dan kekurangannya.

Pengertian Traditional Security
Sistem keamanan tradisional atau traditional security adalah model keamanan yang telah digunakan sejak lama untuk melindungi jaringan dan data sebuah organisasi. Pendekatan ini fokus pada membangun perimeter keamanan yang kuat sebagai garis pertahanan utama. Artinya, keamanan difokuskan pada menjaga batas luar jaringan agar tidak dimasuki oleh pihak yang tidak berwenang.
Cara Kerja dan Pendekatan Traditional Security
Dalam sistem keamanan tradisional, jaringan biasanya dianggap sebagai lingkungan yang “aman” jika berada di dalam perimeter (misalnya jaringan internal kantor atau data center). Sementara itu, pihak yang berada di luar perimeter dianggap tidak terpercaya dan harus dicegah masuk menggunakan firewall, sistem deteksi intrusi, dan perangkat keamanan lainnya. Dengan kata lain, semua akses dari luar harus dibatasi secara ketat.
Beberapa fitur utama traditional security meliputi:
- Firewall dan VPN sebagai gerbang utama untuk membatasi akses dari luar.
- Segmentasi jaringan untuk memisahkan jaringan internal dan eksternal.
- Antivirus dan sistem deteksi intrusi untuk memantau dan mencegah malware atau aktivitas mencurigakan.
- Pengelolaan akses berbasis lokasi yang mengasumsikan bahwa akses dari dalam jaringan internal lebih terpercaya.
Contoh Penerapan Sistem Keamanan Tradisional
Misalnya, sebuah perusahaan memasang firewall yang sangat ketat di pintu masuk jaringan mereka. Karyawan yang ingin mengakses sistem internal harus menggunakan VPN agar terlihat seperti berada di dalam jaringan lokal. Setelah melewati firewall, akses karyawan biasanya dianggap aman dan bebas dari pemeriksaan lebih lanjut. Ini adalah gambaran klasik dari traditional security.
Pengertian Zero Trust Security
Zero Trust Security adalah model keamanan modern yang muncul sebagai respon atas keterbatasan sistem keamanan tradisional. Prinsip utama dari Zero Trust adalah “jangan pernah percaya, selalu verifikasi” (never trust, always verify). Artinya, tidak ada entitas—baik dari dalam maupun luar jaringan—yang otomatis dianggap terpercaya tanpa melalui proses verifikasi terlebih dahulu.
Prinsip Dasar Zero Trust
Berbeda dengan traditional security yang mengandalkan perimeter untuk mengamankan jaringan, Zero Trust menghilangkan konsep perimeter yang bisa diandalkan secara penuh. Model ini menganggap bahwa ancaman bisa berasal dari dalam maupun luar jaringan, sehingga setiap permintaan akses harus selalu diperiksa secara ketat.
Beberapa prinsip utama Zero Trust meliputi:
- Verifikasi identitas secara terus-menerus: Setiap kali seseorang atau perangkat mencoba mengakses sumber daya, identitasnya harus diperiksa, baik itu dari dalam atau luar jaringan.
- Least privilege access: Pengguna dan perangkat hanya diberikan akses seminimal mungkin sesuai kebutuhan untuk melakukan tugasnya, membatasi potensi kerusakan jika terjadi pelanggaran.
- Segmentasi mikro: Jaringan dan sumber daya dibagi menjadi segmen kecil sehingga jika satu bagian tersusupi, serangan tidak mudah menyebar ke bagian lain.
- Pemantauan dan analisis aktivitas: Setiap aktivitas akses diawasi secara real-time untuk mendeteksi perilaku aneh atau potensi ancaman.
Cara Kerja Zero Trust dan Model Penerapannya
Implementasi Zero Trust biasanya melibatkan penggunaan teknologi seperti:
- Autentikasi multifaktor (MFA): Memastikan pengguna benar-benar pemilik identitas yang mengakses sistem.
- Manajemen identitas dan akses (IAM): Mengatur hak akses pengguna secara dinamis sesuai dengan peran dan kebutuhan.
- Enkripsi data: Melindungi data yang sedang diakses atau dikirimkan.
- Endpoint security: Memastikan perangkat yang digunakan memenuhi standar keamanan sebelum diberikan akses.

Perbedaan Konsep Dasar antara Zero Trust vs Traditional Security
Zero Trust dan Traditional Security memiliki pendekatan yang sangat berbeda dalam mengelola dan menjaga keamanan sistem. Berikut beberapa perbedaan utama dari konsep dasar keduanya:
1. Fokus Keamanan
- Traditional Security: Fokus utama ada pada perimeter jaringan. Sistem menganggap bahwa ancaman berasal dari luar jaringan, sehingga yang perlu dilindungi adalah batas luar tersebut. Jaringan internal dianggap aman dan dipercaya.
- Zero Trust: Menghilangkan kepercayaan otomatis terhadap jaringan internal maupun eksternal. Fokusnya pada verifikasi identitas dan kontrol akses secara ketat, tanpa mengandalkan lokasi atau posisi dalam jaringan.
2. Model Akses
- Traditional Security: Menggunakan model akses berbasis trusted internal network. Jika sudah berada di dalam jaringan internal, pengguna atau perangkat biasanya diberikan akses yang luas tanpa verifikasi ulang.
- Zero Trust: Menggunakan model akses yang selalu memverifikasi setiap permintaan akses, tanpa memandang dari mana permintaan itu berasal. Semua akses harus melalui proses autentikasi dan otorisasi secara ketat.
3. Skema Kontrol dan Monitoring
- Traditional Security: Keamanan biasanya mengandalkan perlindungan perimeter dan monitoring trafik jaringan keluar masuk. Jika pengguna sudah melewati firewall, aktivitasnya relatif bebas pengawasan ekstra.
- Zero Trust: Menerapkan pemantauan terus-menerus pada setiap aktivitas, dengan analisis risiko dan perilaku secara real-time. Sistem bisa mengidentifikasi aktivitas mencurigakan dan segera mengambil tindakan, bahkan jika ancaman berasal dari dalam jaringan.
4. Segmentasi Jaringan
- Traditional Security: Biasanya menggunakan segmentasi jaringan yang lebih luas dan terbatas, dengan asumsi bahwa jaringan internal aman.
- Zero Trust: Menerapkan segmentasi mikro yang ketat, membagi jaringan dan sumber daya menjadi unit-unit kecil agar jika ada pelanggaran, dampaknya bisa diminimalisir dan tidak mudah menyebar.
Tingkatkan Lapisan Keamanan Website dengan SSL di DomaiNesia
Mana yang Lebih Aman?
Menentukan mana yang lebih aman antara Zero Trust dan Traditional Security sebenarnya bergantung pada konteks dan kebutuhan organisasi atau sistem yang ingin dilindungi. Namun, dengan semakin kompleksnya ancaman siber dan perubahan cara kerja, Zero Trust semakin dianggap sebagai pendekatan yang lebih efektif dalam menjaga keamanan.
1. Analisis Keamanan Berdasarkan Skenario dan Kebutuhan
- Traditional Security masih bisa efektif untuk lingkungan yang memiliki perimeter jelas dan kontrol ketat pada jaringan fisik, seperti kantor dengan jaringan lokal tertutup. Namun, pendekatan ini rentan terhadap serangan dari dalam (insider threat) dan serangan yang berhasil melewati perimeter, karena akses di dalam jaringan dianggap otomatis terpercaya.
- Zero Trust lebih aman dalam situasi di mana pengguna dan perangkat berasal dari berbagai lokasi, seperti pekerja remote, penggunaan cloud, atau lingkungan hybrid. Karena selalu memverifikasi setiap akses tanpa memandang lokasi, Zero Trust dapat meminimalkan risiko pelanggaran yang berasal dari dalam maupun luar jaringan.
2. Situasi di Mana Zero Trust Lebih Efektif
- Organisasi yang menggunakan layanan cloud dan aplikasi SaaS yang terdistribusi.
- Lingkungan kerja dengan banyak perangkat mobile dan pekerja jarak jauh.
- Situasi dengan risiko tinggi terhadap insider threats atau serangan yang sulit terdeteksi dengan sistem tradisional.
- Kebutuhan untuk memenuhi regulasi keamanan dan privasi yang ketat.
3. Situasi di Mana Traditional Security Masih Relevan
- Organisasi dengan jaringan tertutup dan sedikit akses eksternal.
- Lingkungan yang belum siap dari sisi infrastruktur dan budaya untuk implementasi Zero Trust.
- Situasi dengan anggaran terbatas dan kebutuhan keamanan yang lebih sederhana.
Jadi, Zero Trust umumnya dianggap lebih aman dan adaptif menghadapi ancaman keamanan modern karena prinsip verifikasi berkelanjutan dan kontrol akses granular. Namun, implementasi Zero Trust membutuhkan investasi teknologi dan perubahan budaya organisasi yang tidak selalu mudah dilakukan.
Traditional Security masih punya peran, terutama di lingkungan yang lebih sederhana dan terkendali, tapi risiko yang ada membuatnya kurang ideal untuk menghadapi tantangan keamanan saat ini.

Zero Trust vs Traditional Security Pilihan Keamanan Masa Kini
Zero Trust menawarkan pendekatan keamanan yang lebih modern dan adaptif dengan prinsip verifikasi terus-menerus dan kontrol akses ketat, membuatnya lebih efektif melindungi dari ancaman yang semakin kompleks dan tersebar. Sementara itu, traditional security yang mengandalkan perlindungan perimeter masih relevan untuk lingkungan yang lebih tertutup dan sederhana, namun memiliki keterbatasan dalam menghadapi serangan dari dalam maupun akses jarak jauh. Dengan begitu, memilih model keamanan yang tepat sangat bergantung pada kebutuhan dan kesiapan organisasi dalam menghadapi tantangan dunia digital saat ini.