• Home
  • Berita
  • Apa Itu Database Sharding? Cara Efektif Mengelola Data Skala Besar

Apa Itu Database Sharding? Cara Efektif Mengelola Data Skala Besar

Oleh Adisty C. Putri
Apa Itu Database Sharding? Cara Efektif Mengelola Data Skala Besar 1

Di era digital seperti sekarang, volume data yang dihasilkan terus mengalami lonjakan drastis. Dari aktivitas pengguna di media sosial, transaksi e-commerce, hingga log sistem dalam skala enterprise, semuanya menciptakan data dalam jumlah masif yang harus dikelola dengan efisien. Tantangan utamanya adalah bagaimana menyimpan, mengakses, dan mengelola data tersebut tanpa mengorbankan kecepatan dan ketersediaan. Di sinilah konsep database sharding berperan penting.

Teknik ini menjadi salah satu solusi arsitektur paling efektif untuk mengatasi keterbatasan performa database tradisional saat berhadapan dengan data skala besar. Jika kamu sedang membangun sistem berskala besar atau penasaran bagaimana perusahaan teknologi raksasa menangani jutaan permintaan per detik, database sharding adalah konsep yang wajib dipahami.

Pengertian Database Sharding

Database sharding adalah teknik membagi satu basis data besar menjadi beberapa bagian yang lebih kecil dan terpisah, yang disebut shard. Setiap shard menyimpan sebagian dari keseluruhan data dan beroperasi layaknya database independen. Namun, seluruh shard tetap bekerja bersama untuk membentuk satu sistem database yang utuh.

Apa Itu Database Sharding
Sumber: Freepik

Tujuan utama dari sharding adalah untuk meningkatkan performa, mengurangi beban pada satu server, serta mendistribusikan data secara efisien di beberapa node atau mesin. Dengan pendekatan ini, aplikasi bisa mengakses data dengan lebih cepat karena permintaan bisa dibagi ke beberapa server sekaligus.

Meski sekilas mirip dengan teknik partisi data (data partitioning), sharding biasanya mengacu pada pembagian data di level fisik dan logis, yang tersebar ke berbagai server atau lokasi berbeda. Sementara partisi lebih sering digunakan dalam satu server atau satu sistem database tunggal.

Kenapa Database Sharding Dibutuhkan?

Ketika sebuah aplikasi tumbuh dan jumlah data yang disimpan meningkat drastis, sistem database tradisional mulai menunjukkan keterbatasannya. Beberapa tantangan yang umum dihadapi antara lain:

  • Penurunan performa query: Database yang terlalu besar membutuhkan waktu lebih lama untuk mengeksekusi query, terutama jika melibatkan banyak tabel dan baris data.
  • Keterbatasan skala vertikal: Menambah kapasitas server (CPU, RAM, penyimpanan) memiliki batas fisik dan biaya yang tinggi, serta tidak selalu menyelesaikan masalah skalabilitas jangka panjang.
  • Bottleneck pada satu titik: Jika semua permintaan pengguna diarahkan ke satu server database, risiko kegagalan dan overload menjadi lebih tinggi.
  • Downtime lebih berisiko: Ketika satu database besar gagal, seluruh sistem bisa ikut terdampak. Dengan sharding, kegagalan pada satu shard tidak selalu memengaruhi shard lainnya.
Baca Juga:  [100% Lengkap] Internet of Thing (IOT) Penjelasan, Definisi dan contoh

Cara Kerja Database Sharding

Secara sederhana, database sharding bekerja dengan membagi data ke dalam beberapa segmen (shard) berdasarkan kriteria tertentu yang ditentukan oleh shard key. Shard key adalah nilai atau atribut yang digunakan sebagai dasar untuk menentukan ke shard mana data tersebut akan disimpan.

Contoh paling umum adalah membagi data pengguna berdasarkan ID pengguna. Misalnya:

  • Pengguna dengan ID 1–1000 disimpan di Shard A
  • ID 1001–2000 di Shard B
  • dan seterusnya…

Dengan cara ini, ketika sistem ingin mengakses data pengguna dengan ID 1500, ia langsung tahu harus mencari di Shard B saja, bukan di seluruh database.

Komponen Penting dalam Arsitektur Sharding:

  • Shard Key: Atribut penting untuk menentukan distribusi data.
  • Router atau Middleware: Bertugas mengarahkan permintaan query ke shard yang benar.
  • Shard: Kumpulan data yang sudah terpisah-pisah secara logis maupun fisik.
  • Config Server (pada beberapa sistem): Menyimpan metadata yang digunakan untuk menentukan lokasi data.

Contoh nyata: Dalam sistem e-commerce berskala besar, data pesanan pelanggan bisa di-shard berdasarkan wilayah geografis, sehingga pesanan dari Indonesia, Jepang, dan Amerika bisa dikelola oleh shard yang berbeda.

Jenis-Jenis Sharding

Dalam implementasinya, terdapat beberapa jenis sharding yang bisa digunakan, tergantung pada kebutuhan sistem dan bentuk data yang dimiliki. Berikut adalah jenis-jenis sharding yang umum:

1. Horizontal Sharding

Horizontal sharding membagi baris data ke dalam beberapa shard. Ini adalah bentuk sharding paling umum dan biasanya digunakan untuk mendistribusikan beban database yang sangat besar. Setiap shard memiliki struktur tabel yang sama, tapi menyimpan data untuk segmen yang berbeda.

Contoh: Tabel users dipecah menjadi beberapa shard berdasarkan rentang ID pengguna.

2. Vertical Sharding

Vertical sharding membagi database berdasarkan kolom atau fitur tertentu. Setiap shard berisi subset dari kolom yang berbeda, biasanya berdasarkan fungsi aplikasi. Teknik ini kadang digunakan untuk memisahkan data yang jarang diakses dari data yang sering digunakan.

Contoh: Satu shard menyimpan data profil pengguna (nama, email), dan shard lain menyimpan data aktivitas (log login, preferensi).

Baca Juga:  Kenali Database Virtualization dan Manfaatnya Sekarang

3. Directory-Based Sharding

Dalam jenis ini, sistem menyimpan semacam lookup table atau directory service yang menunjukkan lokasi data tertentu berada di shard mana. Pendekatan ini lebih fleksibel, tetapi juga memperkenalkan titik kegagalan baru jika direktori tidak tersedia.

Contoh: Sistem menyimpan tabel indeks yang menyatakan bahwa ID 2031 berada di Shard 3, dan ID 5476 berada di Shard 7.

Apa Itu Database Sharding
Sumber: Freepik

Kelebihan Database Sharding

Database sharding memberikan berbagai keuntungan yang sangat penting ketika sistem mulai beroperasi dalam skala besar. Berikut beberapa kelebihannya:

1. Peningkatan Performa

Karena data dibagi ke beberapa shard, beban kerja bisa dibagi secara paralel ke banyak server. Hal ini mengurangi beban baca/tulis pada satu database pusat dan membuat query dapat dijalankan lebih cepat.

2. Skalabilitas Horizontal

Dengan sharding, kamu bisa dengan mudah menambahkan server baru untuk menangani data tambahan tanpa perlu memindahkan semua data yang sudah ada. Ini berbeda dengan skala vertikal (meningkatkan kapasitas satu server), yang lebih mahal dan terbatas.

3. Reduksi Risiko Kegagalan Total

Jika satu shard mengalami masalah, shard lainnya tetap dapat berfungsi. Hal ini meningkatkan availability dan membuat sistem lebih tangguh terhadap gangguan atau crash.

4. Pengelolaan Data Lebih Terfokus

Shard bisa dikustomisasi atau dioptimasi sesuai dengan karakteristik data di dalamnya. Misalnya, shard yang berisi data transaksi bisa diprioritaskan untuk performa tulis, sementara shard log bisa difokuskan untuk penyimpanan jangka panjang.

Jasa Pembuatan Website Kami Siap Membantu!

Kekurangan dan Tantangan Sharding

Walaupun efektif, implementasi sharding juga memiliki tantangan teknis dan risiko yang tidak bisa diabaikan:

1. Kompleksitas Arsitektur

Sharding memperkenalkan lapisan kompleksitas tambahan dalam sistem. Pengembang harus merancang sistem pembagian data, mengatur shard key, mengelola koneksi antar-shard, dan memastikan integritas data tetap terjaga.

2. Query Lintas Shard Sulit atau Lambat

Query yang harus mengakses banyak shard sekaligus bisa menurunkan performa dan membuat sistem jadi lambat. Query semacam ini juga lebih rumit untuk dioptimasi, terutama jika shard tidak dirancang dengan shard key yang tepat.

Baca Juga:  Apa Itu Cloud Gaming? Main Game Kapan Saja, Di Mana Saja!

3. Masalah Konsistensi Data

Dalam sistem terdistribusi, menjaga konsistensi data antar-shard bisa menjadi tantangan. Dibutuhkan pendekatan khusus seperti eventual consistency, distributed transaction, atau two-phase commit, yang masing-masing memiliki kekurangan.

4. Risiko Data Skew

Jika shard key tidak dipilih dengan baik, bisa terjadi pembagian data yang tidak merata (data skew), di mana satu shard menyimpan lebih banyak data atau menerima lebih banyak traffic dibanding shard lainnya. Hal ini bisa menyebabkan bottleneck justru tetap terjadi, walaupun sudah melakukan sharding.

Kapan Harus Menggunakan Sharding?

Sharding sebaiknya digunakan ketika sistem mulai mengalami keterbatasan performa dan skalabilitas yang tidak bisa lagi diatasi dengan pendekatan tradisional, seperti optimasi query atau peningkatan spesifikasi server.

Tanda-tanda umum bahwa sistem sudah waktunya menggunakan sharding antara lain:

  • Volume data tumbuh sangat cepat dan tidak muat lagi dalam satu database.
  • Waktu respons database menjadi lambat, meskipun sudah dioptimasi.
  • Traffic pengguna meningkat pesat dan menyebabkan bottleneck.
  • Ada kebutuhan untuk memproses permintaan secara paralel di banyak server.
Apa Itu Database Sharding
Sumber: Freepik

Sharding, Solusi Cerdas untuk Tantangan Data Besar

Database sharding adalah strategi penting untuk mengatasi tantangan skala besar dalam pengelolaan data. Dengan membagi beban ke beberapa shard, sistem jadi lebih cepat, stabil, dan siap tumbuh mengikuti perkembangan data yang terus meningkat. Meski membawa kompleksitas, sharding menjadi solusi cerdas bagi aplikasi modern yang membutuhkan performa tinggi dan skalabilitas jangka panjang. Jika diterapkan dengan perencanaan matang, sharding bisa menjadi fondasi kuat dalam arsitektur sistem berbasis data besar.


Berlangganan Artikel

Dapatkan artikel, free ebook dan video
terbaru dari DomaiNesia

{{ errors.name }} {{ errors.email }}
Migrasi ke DomaiNesia

Migrasi Hosting ke DomaiNesia Gratis 1 Bulan

Ingin memiliki hosting dengan performa terbaik? Migrasikan hosting Anda ke DomaiNesia. Gratis jasa migrasi dan gratis 1 bulan masa aktif!

Ya, Migrasikan Hosting Saya

Hosting Murah

This will close in 0 seconds